src="https://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.8.3/jquery.min.js" type="text/javascript">

Thursday, November 5, 2015

Does Animal Have Sense of Fairness?

Bahasa
Apakah kamu pernah bekerja sekeras kolega-mu yang memiliki jabatan sama denganmu, tetapi kamu mendapat upah yang lebih rendah daripada kolegamu? Atau mungkin, kamu tahu bahwa temanmu sedang mencontek saat ujian, tetapi pengawasmu lalai, tiba-tiba begitu hasil ujian keluar, temanmu yang mencontek itu dapat nilai tertinggi di kelasnya, dan nilaimu jauh di bawahnya? Padahal kamu sudah berusaha lebih keras. Walaupun setiap individu memiliki derajat keadilan yang berbeda. Bila kita dicurangi seperti itu, tetap terasa tidak adil bukan?


Jadi mengapa kita bisa merasakan yang namanya ketidakadilan? Apa sih keadilan itu sebenarnya? Apakah rasa keadilan hanya dimiliki manusia saja? Hewan tidak punya kah? Apakah rasa keadilan merupakan hasil dari konstruksi kebudayaan manusia?

Menurut kamus online Cambridge, rasa keadilan merupakan sikap bagaimana seseorang atau sesuatu diperlakukan sama rata secara benar dan beralasan (?). Let me tell you a secret..... Hewan, terutama hewan yang hidup bersosial dan butuh kerjasama juga memiliki rasa keadilan.

Ga percaya? Silahkan tonton video di bawah ini....



Dari video itu, dapat kita lihat ada 2 ekor monyet capuchin yang harus membawa dan menyerahkan token untuk memperoleh makanan berupa anggur atau biskuit. Salah seekor capuchin menyerahkan token dan mendapatkan anggur. Melihat kejadian itu, capuchin yang lain juga menyerahkan token, tetapi hanya mendapatkan biskuit (Anggur lebih disukai capuchin daripada biskuit). Padahal capuchin itu mengharapkan anggur segar. Mengetahui bahwa itu tidak adil, capuchin itu lalu tidak mau menerima biskuit dan mencoba menyerahkan tokennya berulang-ulang. Berekspektasi agar dia bisa mendapatkan anggur. Dari video itu, dapat disimpulkan bahwa rasa keadilan tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga beberapa jenis hewan.  

Lantas apa fungsi keadilan bagi monyet-monyet itu? Mengapa monyet itu juga ingin memperoleh keadilan?

Berdasarkan makalah ilmiah yang ditulis oleh Brosnan (2006), memiliki rasa keadilan sebenarnya adalah hal yang menguntungkan, terutama bagi hewan yang dalam hidupnya membutuhkan kerja sama. Jadi, ketika ada 2 ekor monyet yang status hierarkinya setara bekerja sama untuk mendapatkan sesuatu dan usaha yang mereka keluarkan sama, tetapi setelah mendapatkan hasil itu, salah satu monyet bersikap serakah dan mengambil lebih banyak bagian. Maka, monyet yang dicurangi tidak akan tinggal diam. Monyet itu akan mencoba mencari partner yang lain yang mau bersikap adil. Seandainya monyet itu tidak memiliki rasa keadilan, maka ketika dicurangi pun, dia akan tetap bekerja bersama monyet yang mencuranginya dan ini akan terus merugikan si monyet itu.


Selain monyet capuchin dan beberapa primata lain, hewan karnivor sosial dari suku Canidae (anjing dan serigala) juga memiliki rasa keadilan. Hal ini ditunjukkan pada individu yang tidak melakukan play (pada Canid, play atau bermain dilakukan dengan cara berkelahi atau fighting) secara adil akan di-blacklist dari play, bahkan biasanya mereka akan meninggalkan koloni. Padahal play pada Canid sangat penting untuk mereka berlatih bekerja sama dan bernegosiasi, selain itu juga untuk kelangsungan hidup di alam liar. Bahkan individu Canid yang lebih dewasa dan kuat biasanya mereka tidak mengerahkan semua tenaganya ketika berhadapan dengan individu lebih muda karena agresivitas yang berlebih dianggap kecurangan.

Rasa keadilan yang ada pada hewan kemungkinan mengindikasikan bahwa rasa keadilan itu bukanlah hasil konstruksi manusia semata, tetapi rasa keadilan bisa saja merupakan hasil evolusi yang diwariskan dari ancestors hingga keturunan-keturunannya. Individu yang masuk ke dalam kategori hewan sosial yang bertindak tidak adil biasanya akan dieksklusikan dari grupnya. Padahal hewan sosialis yang tetap menetap bersama grupnya dapat lebih mudah lolos seleksi alam dibandingkan mereka yang lepas dari grupnya. 

English
Have you ever worked as hard as your colleagues with the same position as yours, but you get paid lower than them? Or maybe, you notice your friend cheats during exams, but the examiner doesn’t notice, suddenly your friend gets the highest score and you get pretty much lower than him, while you kicked your ass off to earn good score? Although we have different degree of fairness, it is still unfair, right?

So why do we feel unfair when conditions mentioned above happen? what is actually fairness? Is sense of fairness only owned by human? Do animals have it? Is it a product of human construction? 
According to Cambridge Dictionaries Online, fairness is the quality on how someone is treated equally or in a way which is right and reasonable.  But, let me tell you a secret....... Animals, specifically, some cooperative and social animals have this sense of fairness.

See the proof on the video above!

From the video, we can see that there are 2 capuchins that have to bring and hand over token to be exchanged with grape or biscuit (grape is usually more preffered than biscuit). One of them hands over the token and obtains a grape. Seeing its friend gets that fresh fruit, the other capuchin gives one too, but obtains just a biscuit, while it expects a fresh grape. Knowing that it is unfair, that capuchin doesn’t accept the biscuit and keep trying to hand over token repeatedly only to get grape. From that, we can conclude that animals also have a sense of fairness.

Then what is the function of sense of fairness in those monkeys? Why does the monkey want fairness?

According to a paper written by Brosnan (2006), having a sense of fairness is actually advantaging, especially for animals whose lives need cooperation. So, when there are 2 monkeys which have equal hierarchial status cooperatively work to achieve something and the efforts done are equal, but one of the monkey is greedy and takes more outputs, then the monkey which is disadvantaged won’t stay quite, but next time, it will look for another partner which will be fair toward each others. If disadvantaged monkey doesn’t have sense of fairness and it is disadvantaged again while it still works with one taking advantage of it, its quality will get reduced.


Beside monkeys, Canids (social dogs and wolves) show sense of fairness. Individual which doesn’t play fairly during a play will usually be excluded because  excessive agression is prohibited, even more mature individual should self-handicap when faced to youngers. Being excluded in plays is
 disadvantageous because one can not learn how to cooperate or negociate and has higher mortality rate when one leaves the colony.


Sense of fairness in animals probably indicates that it is actually not a product of human’s culture construction, but it may be a result of evolution which is inheritaged from the ancestors to descendants. Individuals which are categorized as social animals and then play unfairly usually will be excluded from their group. While social animals are easier to pass natural selection when they stick with their group, instead of leaving the group and live as individual.

Reference
A video from BBC Documentary. Capuchins: The Monkey Puzzle. Narrated by Sir David Attenborough
Bekoff, M. In Brosnan, F. 2006. Nonhuman species’ reaction to inequity and their implications for fairness. Social Justice Research. 19 (2): 167
Brosnan, F. 2006. Nonhuman species’ reaction to inequity and their implications for fairness. Social Justice Research. 19 (2): 153 – 166
Markey, S. 2003. Monkeys show sense of fairness, study says. National Geographic News. http://news.nationalgeographic.com/news/2003/09/0917_030917_monkeyfairness.html
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/fairness
https://s3.amazonaws.com/lowres.cartoonstock.com/animals-giraffe-donkey-cheat-cheating-cheaters-hbrn1025_low.jpg   
http://www.koryoswrites.com/wp-content/uploads/2014/07/800px-Wolves_in_Norway.jpg

Monday, November 2, 2015

Animals Murder Animals: Infanticide

Bahasa:
Sudah menjadi hal biasa di setiap berita mengenai orang tua yang membunuh anak atau bayinya sendiri. Menurut psikiater Phillip Resnic, orang tua yang seperti itu melakukannya karena alasan tertentu. Entah mereka percaya bahwa anak mereka akan hidup lebih baik di kehidupan setelah kematian, orang tua memiliki gangguan mental, anak mereka tidak seperti yang diharapkan, atau suatu pelampiasan.

Perilaku membunuh anak atau bayi dikenal dengan istilah infantisida. Infantisida tidak hanya terjadi pada manusia, tetapi juga pada hewan, seperti mammal, burung, serangga, ikan, dll. Dan biasanya dilakukan oleh hewan jantan atau betina dalam satu spesies. Pelaku infantisida bisa saja orang tua biologisnya, kerabat yang sudah dewasa, atau bahkan individu asing. Alasan melakukan infantisida bervariasi, termasuk beberapa hal yang diutarakan oleh Philip Resnic diatas, dan jangan salah, hewan yang melakukannya bukan berarti kejam.
Infantisida pada Singa

Jacana jacana
Lethocerus deyrollei
Pada hewan jantan yang bertindak sebagai pembunuh, alasannya bisa jadi untuk membuat individu betina kembali reseptif secara seksual (mau menerima ajakan kawin) karena ketika mereka punya bayi dan masih menyusui, mereka tidak sedang berada dalam tahap ovulasi dan tidak mau menerima rayuan seksual pejantan. Jadi, ketika individu jantan membunuh bayi, betina akan segera kembali ke masa-masa birahi dan mau diajak kawin oleh jantan. Pada burung Jacana jacana dan serangga air Lethocerus deyrollei justru umumnya hewan betina yang membunuh anakan. Mengapa? Hewan jantan spesies tersebut biasanya bertugas merawat telur-telur dan kurang reseptif secara seksual. Terlebih lagi, kalau telur itu bukan telur biologis si betina. Betina akan dengan senang hati menghancurkannya dan mengawini jantan. Semakin banyak suatu gen disalurkan ke keturunan, mereka akan semakin dianggap berhasil secara reproduktif.

Terkadang hewan betina membunuh anaknya sendiri karena lingkungan yang tidak dapat mendukung kehidupan mereka. Daripada anak-anak mereka hidup menderita, kekurangan makanan, dan akhirnya mati kelaparan, induk betina akan memangsanya. Hal ini dilakukan sehingga induk betina tetap memperoleh energi untuk melanjutkan hidupnya dan kawin lagi di tempat dan waktu yang lebih mendukung. Di kehidupan alam liar, terkadang anak yang mati akan segera dilahap individu dewasa agar bau yang ditimbulkan tidak mengundang predator dan malah mengancam individu tersebut.

Bayi Khali yang Diamankan
Bayi milik Gracie yang Dibunuh Pamannya
Ada banyak kasus infantisida yang terjadi, baik di alam liar maupun pada hewan tangkapan.  Pernah mendengar kasus Khali? Beruang yang hidup di Kebun Binatang Nasional di D.C. Khali adalah induk betina yang pernah melahirkan 3 ekor bayi. Namun bayi pertamanya langsung dia makan ketika dia masih dalam masa persalinan. Bayi satunya lagi dimakan setelah 1 minggu pasca kelahiran masih menunjukkan tanggungjawab layaknya seekor indukan. Sedangkan bayi yang tersisa diamankan dan diperiksa. Ternyata bayi yang diamankan tersebut menderita hipotermia dan infeksi. Kemudian petugas kebun binatang menduga bahwa Khali memangsa mereka karena mereka sakit dan agar bayinya tidak menderita. Kasus yang aneh adalah seekor paman simpanse di Kebun Binatang Los Angeles yang menyerang keponakannya yang masih bayi. Motive paman simpanse ini masih belum diketahui mengapa dia menyerang anakan. Bukan karena persaingan ataupun untuk mengawini induknya.

Itulah tadi informasi sekilas mengenai Infantisida pada hewan. Lalu munculah suatu pertanyaan antroposentris “mengapa individu dewasa bisa sebegitu kejinya terhadap bayi hanya untuk bertahan hidup. Atau terlepas dari etika, mengapa infantisida pada manusia dianggap kejam, sedangkan berbicara mengenai alam, infantisida mungkin merupakan jalan terbaik untuk mencegah anak menjalani kehidupan yang keras. Mungkin jawabannya adalah manusia bisa saja bertindak sejauh itu ketika otak mereka sedang kacau. Otak kita dilengkapi dengan intelegensia yang tinggi dan emosi yang lebih lengkap dibandingkan hewan lain. Hewan-hewan itu tidak memiliki otak yang tidak seberkembang otak manusia. Insting mereka diatur untuk bertahan hidup apapun resikonya, bahkan mengorbankan anak sendiri. Mereka juga akan berusaha menghasilkan keturunan dengan sumbangan genetik dari gen mereka sendiri.  Dan berbicara hal seperti ini, akan selalu mengarahkan kita kembali pada frase “Survival of the Fittest




English:
Recently, it is actually common when we hear news in which parents murder their own babies.  According to Psychiatrist Phillip Resnic, they might commit it because of certain reasons. Either they believe that their children will live better life in the afterlife than they live in a hell-ish world, the parents might be psychotic, their children are not as they expected, or it could be a revenge to show to their partner to hurt back.

Well, this kind of behavior is called infanticide (infant = infant, cidium= one who kills).  Infanticide doesn’t just happen in human, but actually also occurs commonly in animals, such as mammals, birds, insects, fish, etc., and usually commited by males or females of the same species. The murderer might be their own parents, mature relatives, or strangers. The reasons are various, and don't get them wrong. Some is really for better life for the parents.

When the males play as perpetrator, the reason is usually to make females sexually receptive because when they are lactating, they do not ovulate and sexually unreceptive. So, when males kill females’ babies, they can mate again as soon as possible. This usually happens in human animals, rodents, and lions. Same reason happen in tropical wading bird (Jacana jacana) and giant water bugs (Lethocerus deyrollei) where females work as the perpretrator and males are the one who broods, so the females will mate with males and have her eggs.   The more they pass their genes on the offspring, the more they are considered reproductively successful.

Sometimes, females kill their own kids because the environment they live doesn’t support them to survive. Rather than having some suffering children due to lack of foods and eventually dying of starvation,  the mother eats them, so that the mothers gain energy to continue her life and maybe she can mate and produce offsprings again in a better environment. In wildlife, dead child sometimes is eaten right away so that the odor of rotting body won’t attract predators.

Ever heard of Khali, the sloth bear mother living in Smithsonian’s National Zoo in D.C. that murder her two cubs? Or an uncle chimpanzee who killed his nephew in Los Angeles Zoo? Well, there are actually so many case of infanticide happening in animals, not just as mentioned above. In Khali’s case, she gave births to three cubs. One of them was eaten by her right after laboring. Another one was killed few days later and the last one was kept safe to prevent being eaten. Then, it turned out that the last one was sick and brought to vet. They speculated that due to cubs’ illness, Khali ate both of them. And then there was this uncle chimp who killed his nephew for unknown reason. No mismanagement was done. The uncle just attacked her.

And then there is a question from our anthropocentric perspective. How could those animal go that far just to survive? Or, unethically speaking, how could human infanticide be considered as horrible things, while naturally speaking, it might be the best way to prevent our child to live sorrowful life. Maybe the human could go that far too when we don’t use our brain correctly. Our brain is equipped with high intelligence to overcome what is wrong with our child and more complete emotions. Those animals don’t have brain as advanced as ours. Their instincts are set to survive no matter what the cost, even their own children. They will also try to produce offsprings of their own to enrich their genetic pools. And it will always come back to “Survival of the Fittest” phrase.  

References:
https://en.wikipedia.org/wiki/Lethocerus_deyrollei#/media/File:Lethocerus_deyrollei.jpg